Dasar Perencanaan Pondasi Sumuran

Dasar Perencanaan Pondasi Sumuran

Pondasi tiang digunakan bilamana lapisan-lapisan bagian atas dari tanah tidak cukup kuat, sehingga tidak cukup kuat untuk memikul bangunan dengan memakai pondasi langsung.

Bentuk tampang pondasi sumuran dapat bermacam – macam sesuai dengan beban yang akan bekerja dan kuat dukungan tanah dasar pondasi, tetapi pada umumnya mempunyai bagian – bagian yang sama.

Bentuk tampang pondasi dapat berupa :
a. lingkaran tunggal,
b. segi empat,
c. lingkaran/hexagonal/octagonal ganda,
d. sumuran ganda,
e. bentuk D ganda.

Bentuk – bentuk Tampak Sumuran

Gambar 2.15 : Bentuk – bentuk Tampak Sumuran

Ada beberapa cara yang dipergunakan untuk memasang tiang, salah satunyadengan membuat lubang terlebih dahulu kemudian dimasukan besi tulangan yang sudah dirangkaikan lalu dicor beton atau cyclop tanpa casing. Tiang semacam ini biasanya disebut tiang pondasi.

Cara pengerjaan pondasi tiang sumuran adalah sebagai berikut:
1. Pada tempat tiang sumuran yang akan didirikan dibuat lubang vertikal dengan cara galian tangan dengan menggunakan kayu atau alat cangkul sampai dengan kedalaman yang direncanakan. Dalam pengerjaan ini dapat dilaksanakan tanpa casing karena tanah dapat dipotong tegak tanpa terganggu
stabilitasnya.

2. Kemudian lubang tersebut diisi dengan rangkaian tulangan bulat dimasukkan dan kemudian dilakukan pengecoran dengan beton cair yang sudah diaduk dalam truck beton. Bersamaan dengan pengecoran beton cair tersebut dipadatkan dengan vibrator.

 Pondasi Sumuran Tanpa Casing

Gambar 2.16 : Proses Pondasi Sumuran Tanpa Casing

Untuk perencanaan (design), tiang dapat dibagi menjadi dua golongan :

1. Tiang yang tertahan pada ujung
Tiang semacam ini dimasukan sampai lapisan yang keras sehingga beban bangunan dipikul pasa lapisan in. Bila lapisan ini merupakan batu keras maka penentuan data dukung tiang tidak menjadi soal.
Daya dukung dalam hal ini tergantung pada kekuatan tiang sendiri dan dapat dihitung dari
tegangan yang diperbolehkan bahan tiang. Apabila lapisan keras terdiri dari pasir maka daya dukung tiang tergantung pada sifat-sifat pasir tersebut dan kita harus dapat mengetahui besarnya gaya melawan lapisan tersebut terhadap ujung tiang.

2. Tiang yang tertahan oleh perletakan antara tiang dan tanah.
Bila ujung tiang tidak mencapai tanah keras, maka yang tertahan adalah perletakan antara ting dengan tanah. Tiang semacam ini juga disebut tiang terapung atau floating pile.

Bila tiang semacam ini tidak dimasukan dalam pasir maka sebagian besar daya dukungnya masih tergantung pada ujungnya dan dapat dihitung dari hasil sondir dan bilamana tiang ini
dimasukan dalam lapisan lempung maka perlawanan ujung akan lebih kecil dari perlawanan akibat pelekatan antara tiang dengan tanah, karena23 itu untuk menghitung daya dukung tiang ini dalam lempung kita harus dapat menentukan besarnya gaya pelekatan antara tiang dengan tanah.

Daya Dukung Pondasi Sumuran

Untuk menentukan daya dukung pondasi, terlebih dahulu kita mengetahui data-data tanah, momen yang bekerja dan beban yang di terima. Karena data yang digunakan adalah data sondir maka perhitungan daya dukung atau kapasitas tiangnya juga didasarkan pada uji kerucut statis (sondir).

Dalam perencanaan pondasi sumuran ini, daya dukung tiang menggunakan rumus pondasi sebagai berikut :

Persamaan daya dukung tiang sumuran secara umum sebagai berikut :
Qu = Qp + Qs - WP
Dimana : Qu = daya dukung ultimit tiang
Qp = daya dukung ujung tiang (ton)
Qs = daya dukung selimut = 0 (ton)
WP = berat tiang

Rumus daya dukung ujung dengan data sondir , yaitu:
Qu = A x qc
daya dukung ijin (Qa)
n
Qu
Qa  .24

Dimana:
Qu =daya dukung tiang (ton)
Qa =daya dukung ijin tanah (ton)
Qc = penetrasi konus (kg/m2)
A = luas penampang dasar tiang (m2)
n = faktor keamanan

Daya dukung pada ujung tiang pada pondasi umumnya diperoleh dari jumlah
tahanan ujung dengan luas penampang. Untuk perhitungan daya dukung ujung tiang,
yaitu:
Qp = qp x Ap qp = qca x k

Dimana:
QP = Daya Dukung ujung tiang (ton)
AP = Luas penampang ujung tiang (cm2)
qp = Tahanan ujung tiang (kg/cm2)
qca = tahanan ujung konus pada ujung tiang (kg/cm2)
kc= factor ujung konus

Perhitungan daya dukung selimut (ultimit) yaitu dengan mengkaitkan antara
tahanan gesek tiang terhadap tahanan ujung konus (qc) pada uji sondir. Pengukuran
dilapangan terhadap qc umumnya sangat tepat untuk mendapatkan tahanan gesek tiang
(fs). Persamaan umum yang digunakan untuk menghitung daya dukung selimut tiang
adalah sebagai berikut :
Qs  fsxAs25

Dimana :
fs = Tahanan gesek selimut tiang (kg/m2)
As = Luas penampang tiang (m)
Maksud penggunaan faktor-faktor aman adalah untuk menyakinkan
keamanan tiang terhadap keruntuhan tiang dengan mempertimbangkan penurunan
tiang pada beban kerja yang diterapkan. Untuk menentukan faktor keamanan dapat
digunakan struktur bangunan menurut Pugsley (1966) sebagai berikut :

Tabel 2.1 : Faktor Keamanan Untuk Pondasi Tiang
Klasifikasi
Struktur
Faktor Aman
Kontrol
Baik
Kontrol
Normal
Kontrol
Jelek
Kontrol
Sangat Jelek
Monumental 2.3 3 3.5 4
Permanen 2 2.5 2.8 3.4
Sementara 1.4 2.0 2.3 2.8

1. Bangunan monumental, umumnya memiliki umur rencana melebihi 100 tahun,
seperti Tugu Monas, Monumen Garuda Wisnu Kencana, jembatan-jembatan
besar, dan lain-lain.
2. Bangunan permanen, umumnya adalah bangunan gedung, jembatan, jalan raya
dan jalan kereta api, dan memiliki umur rencana 50 tahun.
3. Bangunan sementara, umur rencana bangunan kurang dari 25 tahun, bahkan
mungkin hanya beberapa saat saja selama masa konstruksi.
Faktor-faktor lain kemudian ditentukan berdasarkan tingkat pengendaliannya
pada saat konstruksi.26
1. Pengendalian Baik : kondisi tanah cukup homogen dan konstruksi di dasarkan
pada program penyelidikan geoteknik yang tepat dan profesional, terdapat
informasi uji pembebanan di atau dekat proyek dan pengawasan konstruksi di
laksanakan secara ketat.
2. Pengendalian Normal : Situasi yang paling umum, hampir serupa dengan
kondisi diatas, tetapi kondisi tanah bervariasi dan tidak tersedia data
pengujian tiang.
3. Pengendalian Kurang : Tidak ada uji pembebanan, kondisi tanah sulit dan
bervariasi, pengawasan pekerjaan kurang, tetapi pengujian geoteknik
dilakukan dengan baik. Pengendalian Buruk : Kondisi tanah amat buruk dan
sukar ditentukan, penyelidikan geoteknik tidak memadai.
Tanah Lunak
( Soft Clay )
Gambar 2.17 : Skema End Bearing Pile
2.5 Penurunan Pondasi Tiang Sumuran
Syarat penurunan ijin total untuk bangunan dinding bata = 25 – 30 mm
(showers,1962)
Qp27
Tabel 2.2 Penurunan Ijin (Showers,1962)
Tipe gerakan Factor pembatas
Penurunan
Maksimal
Penurunan
total
Drainase 15 - 30 cm
Jalan masuk 30 - 60 cm
Kemungkinan penurunan tidak seragam :
Bangunan dinding bata 2,5 - 5 cm
Bangunan rangka 5 - 10 cm
Cerobong asap,silo,pondasi rakit (mat) 8 - 30 cm
Kemiringan
Bergantung
pada
Stabilitas terhadap penggulingan tinggi & lebar
Miringnya cerobong asap, menara 0,004 L
Rolling of trucks,dll. 0,01 L
Stacking of goods 0,01 L
Operasi mesin - perkakas benang tenun 0,003 L
Operasi mesin - generator turbo 0,0002 L
Rel derek (craner rail) 0,0003 L
Drainase lantai 0,01 - 0,02 L
Dinding bata kontinyu tinggi 0,0005 - 0,001 L
Bangunan penggilingan satu lantai
(dari batu bata) dinding retak 0,001 - 0,002 L
Gerakan Plesteran retak (gypsum) 0,001 L
Tidak Bangunan rangka beton bertulang 0,0025 - 0,004 L
Seragam Bangunan dinding tirai beton bertulang 0,003 L
Rangka baja, kontinyu 0,002 L
Rangka baja sederhana 0,005 L
Penyelesaian untuk perhitungan penurunan karena menerima beban dari arah
vertical adalah sebagai berikut :
Stotal = S1 + S2+ S3
Dimana :
S1 = penurunan batang tiang
S2 = penurunan yang disebabkan beban pada titik tiang28
S3 = penurunan yang disebabkan oleh beban yang ditransmisikan sepanjang poros
tiang.
Prosedur untuk memperkirakan tiga element penurunan tiang pondasi adalah sebagai
berikut :
 Penurunan akibat deformasi aksial tiang tunggal (S1)
Untuk perkiraan besarnya penurunan pada pondasi tiang tunggal, maka
deformasi tiang batang dapat dievaluasi menggunakan prinsip – prinsip dasar
mekanika bahan.
S1 =
൫ொೈ ೛ ା ఈ .ொೈ ೞ൯. ௅
஺௣ .ா௣
Dimana : Qwp = beban vertical yang diterima pondasi
Qws = beban yang dikarenakan gesekan selimut pondasi
Ap = luas penampang tiang
L = panjang tiang
Ep = modulus elatisitas tanah, (beton (4700/ඥ݂'ܿ))
α = koef. Yang bergantung pada distribusi gesekan selimut pada
pondasi. Seragam atau parabola murni, nilai α adalah setara
dengan 0,5.29
Tabel 4.2 Perkiraan modulus elastis (E),
Macam Tanah E (kN/m2)
Lempung
Sangat lunak
Lunak
Sedang
Keras
Berpasir
Pasir
Berlanau
Tidak padat
Padat
Pasir dan Kerikil
Padat
Tidak Padat
Lanau
Loess
Serpih
300 – 3000
2000 – 4000
4500 – 9000
7000 – 20000
30000 – 42500
5000 – 20000
10000 – 25000
50000 – 100000
80000 – 200000
50000 – 140000
2000 – 20000
15000 – 60000
140000 - 1400000
(sumber Hary C.,H hal 281)
 Penurunan dari ujung tiang (S2)
Bahan ajar rekayasa pondasi II, Pintor Tua Simatupang menjelaskan metode
semiempiris untuk memperoleh besarnya penurunan dari ujung tiang (S2)
S2 = ୯౭ ౦ୈ
ாೞ
(1 − ߤ௦ଶ)ܫ௪ ௣
Dimana :ߤ௦ = nisbah poisson
Ep = modulus elatisitas tanah, (beton (4700/ඥ݂'ܿ))
qwp = tahanan ujung tiang, (qp =୕஺౭ ౦

)
D = diameter pondasi sumuran
ܫ௪
௣ = factor pengaruh = 0,85 untuk bentuk pondasi lingkaran
(Hardiyatmo,H.C : 278)30
Untuk nilai ߤ௦ diambil = 0,2 diambil dari tabel 4.3 :
Tabel 4.3 parameter elastic tanah
Jenis Tanah Nisbah Poisson ࢙ࣆ
Pasir Lepas
Pasir Padat Medium
Pasir Padat
Pasir Kelanauan
Pasir dan kerikil
Lempung Lunak
Lempung Medium
Lempung Kaku
0,20 – 0,40
0,25 – 0,40
0,30 – 0,40
0,2 – 0,40
0,15 – 0,40
0,2 – 0,50
 Penurunan akibat pengalihan beban (S3)
Penyelesaian penurunan yang disebabkan oleh beban yang dibawa oleh batang
tiang:
S3 = ቀ୕୔౭୐౩ቁா஽௣ (1 − ߤ௦ଶ)ܫ௪ ௦

Belum ada Komentar untuk "Dasar Perencanaan Pondasi Sumuran"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel